Budaya

Nyaneut, Tradisi Minum Teh di Garut Untuk Mendekatkan yang Jauh

Menurut budayawan Garut, Dasep Badru Salam, tradisi Nyaneut berasal dari kebiasaan para petani zaman dahulu.

Editor: Geafry Necolsen
istimewa
Jika ada tamu yang berkunjung dan mereka tidak disuguhi teh, maka hal tersebut dianggap tidak sopan. 

TRIBUNTRAVEL.COM - Di Desa Cigedug, Garut, Jawa Barat ada sebuah tradisi minum teh yang unik bernama Nyaneut.

Nyaneut berasal dari bahasa Sunda, yakni nyandeutkeun.

Nyandeutkeun memiliki arti mendekatkan atau menghubungkan.

Dalam tradisi Nyaneut, teh yang digunakan adalah Teh Kejek yang merupakan teh khas dari daerah Cigedug.

Daerah Garut sendiri memang terkenal sebagai salah satu produsen utama teh berkualitas tinggi di Indonesia.

Menurut budayawan Garut, Dasep Badru Salam, tradisi Nyaneut berasal dari kebiasaan para petani zaman dahulu.

Baca juga: Silariang, Kawin Lari dalam Suku Bugis yang Bisa Berujung Maut

Baca juga: Sebelum Menikah, Kaum Pria Suku Anak Dalam Wajib Mengabdi 2.000 Hari ke Calon Mertua

“Nyaneut itu kebiasaan minum teh pagi-pagi banget sembari ngobrol dengan petani lain ngobrolin pertanian dan perkebunan,” kata Dasep, dikutip dari Kompas.com, Kamis (8/10/2020).

Dasep menuturkan bahwa neneknya juga menjalani tradisi tersebut.

Setiap pukul 05.00 WIB hingga 07.00 WIB, para petani di kampungnya kerap ngariung (berkumpul) di rumah neneknya hanya untuk ngeteh bersama.

Selain ngeteh, biasanya mereka juga akan makan kudapan berupa umbi-umbian rebus seperti singkong.

Tujuan dari Nyaneut adalah untuk lebih mendekatkan mereka yang sudah dekat, dan mendekatkan mereka yang jauh guna menjalin tali silaturahmi.

Baca juga: Ritual Hidupkan Kembali Jasad Leluhur Manene di Tana Toraja

Baca juga: Tradisi Suku Dani di Papua, Potong 1 Jari Setiap Keluarga yang Meninggal

Menurut cerita turun-temurun yang dikisahkan oleh Dasep, tradisi Nyaneut bermula dari Sunan Gunung Jati.

“Proses dakwahnya waktu itu lewat budaya, salah satunya lewat minum teh. Dakwah lewat budaya pagelaran wayang golek. Sebelum atau sesudah pagelaran, mereka suka mengumpulkan masyarakat untuk ngeteh bersama,” kata Dasep.

Melalui kalimat “hayuk urang nyandeut”, Sunan Gunung Jati menamai kegiatan tersebut sebagai “nyandeut” atau saat ini menjadi Nyaneut.

Kegiatan tersebut lambat laun berubah menjadi sebuah tradisi yang menyebar di kalangan masyarakat Sunda, khususnya wilayah Priangan.

Selain para petani yang berkumpul, tradisi nyaneut yang sudah menjadi suatu kearifan lokal tersebut juga diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Menyediakan teh untuk tamu, misalnya.

Jika ada tamu yang berkunjung dan mereka tidak disuguhi teh, maka hal tersebut dianggap tidak sopan.

Baca juga: Waspada, 6 Bahaya Minum Teh Setelah Makan

Baca juga: Mana yang Lebih Sehat, Minum Teh atau Kopi?

Dasep mengatakan bahwa dulu teh disajikan dalam wadah bambu, baik itu gelas maupun teko.

Namun, hal tersebut murni karena gelas sulit dicari.

“Pakai bambu karena dataran tinggi banyak bambu. Teh yang dihidangkan memiliki rasa khas bambu. Tapi lebih dingin karena bambu tidak bisa menahan panas teh,” terang Dasep.

Ikuti kami di
3540 articles 182 0
Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.


Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

BERITA TERKINI

berita POPULER

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved