Awan Hitam Raksasa Disangka Pembawa Bencana, Ini Penjelasan Ilmiahnya

Fenomena awan hitam raksasa pernah terjadi di sejumlah wilayah di Indonesia. Jakarta dan Aceh Tengah terjadi hujan es sebesar kelereng.

Editor: Januar
Kompas.COM
Awan hitam raksasa di langit Surabaya 

TRIBUNKALTIM.CO - Dua hari terakhir, jagat maya dihebohkan dengan munculnya awan hitam besar disertai angin kencang.

Salah satu akun yang menyebarkan video ini @duniapunyacerita mengatakan, awan hitam besar itu muncul di sekitar pantai Kenjeran, Surabaya, Jawa Timur.

"Allahu Akbar.... tonton sampai abis. Kejadian 6/1/20 kisaran jam 5 sore, muncul awan hitam besar disertai angin kencang di pantai sekitaran Kenjeran Surabaya Jawa Timur. Video : sahabatsurga," tulis akun @duniapunyacerita dalam postingannya.

Hingga Rabu (9/1/2020), postingan ini telah mendapat respons suka lebih dari 13 ribu akun. Banyak warganet yang menduga bahwa awan hitam besar itu merupakan tanda akan datangnya musibah.

Hal ini pun ramai dibicarakan di Twitter. Salah seorang warganet menangkap foto awan hitam tersebut dan membagikannya di Twitter

Menjawab asumsi masyarakat, Kepala Sub Bidang Peringatan Dini Cuaca Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika ( BMKG) Agie Wandala mengatakan, munculnya awan hitam raksasa adalah fenomena biasa.

Terutama saat musim hujan. "Itu dasar awan cumulonimbus," kata Agie. Awan cumulonimbus adalah awan yang berbentuk seperti bunga kol yang berwarna abu-abu gelap.

Astronom amatir Marufin Sudibyo pernah menyampaikan bahwa awan cumulonimbus merupakan awan penyebab hujan lebat dan terkadang menimbulkan badai, baik dalam bentuk hailstorm (hujan es) maupun hujan badai.

Marufin menjelaskan, awan Cumulonimbus terbentuk dari gabungan awal cumulus (awan rendah yang nampak bergumpal-gumpal) dan awan nimbus (yang tergolong awan tinggi).

Terkait fenomena dasar awan Cumulonimbus, Marudin menyampaikan bahwa fenomena itu umumnya berada pada ketinggian kurang lebih 2.000 meter di atas permukaan tanah.

Sementara, puncaknya dapat melambung tinggi hingga mencapai kurang lebih 15.000 km mendekati batas lapisan stratosfer.

"Ia ( awan cumulonimbus) terbentuk salah satunya akibat tekanan udara setempat lebih rendah. Di citra satelit sangat khas, karena memiliki suhu puncak awan paling rendah (hingga bisa di bawah 0 derajat celsius) akibat menjulang sangat tinggi," terang Marufin, Selasa (24/12/2019).

Sebelumnya, fenomena kenampakan awan Cumulonimbus pernah terjadi di sejumlah wilayah di Indonesia.

Misalnya, di Jakarta pada Desember 2019 dan Aceh Tengah pada Juli 2019 lalu. Saat kejadian awan Cumulonimbus di Aceh Tengah, muncul fenomena hujan es sebesar kelereng.

Salah satu warga menyebutkan bahwa hujan es terjadi lantaran ada awan Cumulonimbus dengan tinggi dasar awan yang sangat dekat dengan permukaan tanah dan di bawah awan, menyebabkan suhu udara menjadi sangat dingin.

Sumber: Kompas.com
Ikuti kami di
32 articles 182 0
Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.


Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved